Awas! Kesepian Bikin Sistem Kekebalan Tubuh Melemah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kesepian dapat membuat sistem kekebalan tubuh atau imunitas elemah. Ahli penyakit dalam Soma Mandal, MD mengatakan bahwa orang yang lebih kesepian cenderung lebih stres.
Stres yang disebabkan oleh kesepian dapat mengaktifkan sistem adrenokortikal, yang juga dikenal sebagai respons lawan atau lari. Meskipun respons tersebut berguna dalam kasus ancaman nyata, namun dapat menjadi berbahaya jika terus diaktifkan dari waktu ke waktu. (Baca juga: Cara Sederhana Tingkatkan Imunitas saat Pandemi, Cukup Istirahat dan Tidur Berkualitas! )
"Kesepian kronis dapat menyebabkan penurunan kemampuan kita untuk merespons infeksi potensial serta kekuatan respons kekebalan kita," kata dokter darurat Chirag Shah, MD dilansir dari Insider, Senin (4/1).
Studi yang dilakukan pada 2013 menemukan bahwa orang dewasa yang lebih kesepian mengalami lebih banyak peradangan sebagai respons terhadap stres. Meskipun studi tersebut hanya melibatkan 134 dan 144 peserta, mereka mengkonfirmasi penelitian pada hewan lain yang menemukan hubungan antara kesepian dan peradangan.
Peradangan adalah respons terhadap kerusakan tubuh, yang mana sel darah putih berpindah ke area cedera, yang dapat menyebabkan pembengkakan atau kemerahan. Seperti respons melawan atau lari, peradangan berguna saat dibutuhkan, tetapi bila terjadi seiring waktu, hal itu dapat berdampak negatif pada kesehatan.
"Peradangan kronis seperti ini dapat menyebabkan penyakit lain seperti penyakit jantung, kanker, dan demensia. Itu juga dapat mempengaruhi kemampuan sistem kekebalan untuk melawan infeksi virus," jelas Mandal.
Masih banyak yang harus ditentukan tentang bagaimana sebenarnya kesepian berdampak pada kesehatan, dan diperlukan lebih banyak penelitian berskala besar. Namun, jelas bahwa kesepian dikaitkan dengan lebih banyak stres dan peradangan, yang terkait dengan hasil kesehatan yang negatif. (Baca juga: Resep Menjaga Imunitas ala Menparekraf Sandiaga Uno, Infused Water Buatan Istri )
"Sementara studi yang lebih besar dan lebih kuat perlu dilakukan, studi ini terus membangun teori bahwa kesepian mengaktifkan respons stres secara tidak tepat," ungkap Shah.
Stres yang disebabkan oleh kesepian dapat mengaktifkan sistem adrenokortikal, yang juga dikenal sebagai respons lawan atau lari. Meskipun respons tersebut berguna dalam kasus ancaman nyata, namun dapat menjadi berbahaya jika terus diaktifkan dari waktu ke waktu. (Baca juga: Cara Sederhana Tingkatkan Imunitas saat Pandemi, Cukup Istirahat dan Tidur Berkualitas! )
"Kesepian kronis dapat menyebabkan penurunan kemampuan kita untuk merespons infeksi potensial serta kekuatan respons kekebalan kita," kata dokter darurat Chirag Shah, MD dilansir dari Insider, Senin (4/1).
Studi yang dilakukan pada 2013 menemukan bahwa orang dewasa yang lebih kesepian mengalami lebih banyak peradangan sebagai respons terhadap stres. Meskipun studi tersebut hanya melibatkan 134 dan 144 peserta, mereka mengkonfirmasi penelitian pada hewan lain yang menemukan hubungan antara kesepian dan peradangan.
Peradangan adalah respons terhadap kerusakan tubuh, yang mana sel darah putih berpindah ke area cedera, yang dapat menyebabkan pembengkakan atau kemerahan. Seperti respons melawan atau lari, peradangan berguna saat dibutuhkan, tetapi bila terjadi seiring waktu, hal itu dapat berdampak negatif pada kesehatan.
"Peradangan kronis seperti ini dapat menyebabkan penyakit lain seperti penyakit jantung, kanker, dan demensia. Itu juga dapat mempengaruhi kemampuan sistem kekebalan untuk melawan infeksi virus," jelas Mandal.
Masih banyak yang harus ditentukan tentang bagaimana sebenarnya kesepian berdampak pada kesehatan, dan diperlukan lebih banyak penelitian berskala besar. Namun, jelas bahwa kesepian dikaitkan dengan lebih banyak stres dan peradangan, yang terkait dengan hasil kesehatan yang negatif. (Baca juga: Resep Menjaga Imunitas ala Menparekraf Sandiaga Uno, Infused Water Buatan Istri )
"Sementara studi yang lebih besar dan lebih kuat perlu dilakukan, studi ini terus membangun teori bahwa kesepian mengaktifkan respons stres secara tidak tepat," ungkap Shah.
(tdy)